Rabu, 16 November 2011

PMB 2011






PMB angkatan 2011 Penghijauan di Parompong
Malam Tahun Baru 2011

Senin, 07 November 2011

Prof. Dr. Ir. Wiratman Wangsadinata

Bapak Beton Indonesia

Prof. Dr. Ir. Wiratman Wangsadinata *) adalah salah satu pakar dan praktisi di bidang konstruksi Indonesia. Ia merupakan seorang putra terbaik bangsa yang tidak diragukan dedikasi, integritas dan profesionalisme sebagai engineer dan enterpreneur bahkan guru besar yang sukses di bidang infrastruktur.
Karya-karyanya yang monumental telah menghiasi perjalanan sejarah bangsa Indonesia antara lain adalah Gedung Wisma Nusantara, Wisma Dharmala, Bakrie Tower dan Duku Atas Tunnel di Jakarta, Jembatan Ampera di Palembang, Jembatan Rajamandala di Bandung, Restorasi Candi Borobudur di Magelang serta Keuliling Dam di Aceh. Di pembangunan hotel dan apartemen, Wiratman merancang Four Seasons Residential Apartments, Mal Ciputra, dan Hotel Aryaduta.

Wiratman juga merancang Pembangkit Listrik Tenaga Air Mrica, Banjarnegara, PLTA Merangin, PLTA Kusan, Pembangkit Gresik, Telecommunication Tower dan Menara Jakarta. Menara Jakarta akan menjadi tower tertinggi di dunia dengan ketinggian 558 meter.
Wiratman dilahirkan di Jakarta tahun 1935 dan lulus sebagai Sarjana Teknik Sipil dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1960. Setelah lulus dari ITB ia langsung menjadi tenaga pengajar (luar biasa) di Jurusan Teknik Sipil ITB. Ia mengambil doktor di ITB dan mendapatkan gelar doktor pada tahun 1992 dalam bidang Rekayasa Struktur dengan predikat Cum Laude. Pada tahun 1995 sampai 2004 ia menjadi Guru Besar di Jurusan Teknik Sipil ITB. Dan sejak tahun 2005 menjadi Guru Besar Emeritus di Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara. Wiratman diangkat menjadi anggota Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dari tahun 2003 sampai tahun 2006.
Wiratman Wangsadinata adalah Pendiri dan direktur utama PT. Wiratman & Associates, Multidisciplinary Consultant, yang telah berdiri sejak tahun 1976 dan sampai kini telah terlibat dalam perencanaan dan supervisi ratusan bahkan ribuan proyek-proyek konstruksi dari mulai jembatan, dam, jalan dan yang cukup banyak adalah gedung-gedung tinggi. Beliau juga lah yang menggagas tentang peraturan gempa di Indonesia.
Wiratman mulai mengembangkan kariernya sebagai Insinyur Perencana di Jawatan Jalan-jalan dan Jembatan Dep. PU pada tahun1960 sampai tahun1965, menjadi Direktur dari PN Perencana INDAH KARYA pada tahun 1965 sampai tahun 1970, diangkat menjadi Pengawas Pemerintah untuk perencanaan dan pelaksanaan Gedung Wisma Nusantara bertingkat 30, proyek investasi Pemerintah sekaligus gedung tinggi pertama di Indonesia pada tahun 1970 sampai tahun 1973, kemudian ditunjuk menjadi Konsultan pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur yang disponsori oleh UNESCO pada tahun 1973 sampai tahun 1983.
Selama ini ia telah menulis lebih dari 200 makalah teknik yang dipresentasikan dalam berbagai konferensi nasional maupun internasional. Wiratman telah mendapatkan sekitar 14 penghargaan nasional maupun internasional atas jasa-jasanya seperti penghargaan karya konstruksi 2003, penghargaan Adhicipta Rekayasa untuk Teknik Sipil dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII), ASEAN Achievement Award dari ASEAN Forum dan penghargaan lainnya.
Inspirator dan motivator bagi perekayasa di Indonesia ini juga memegang paten dalam pembuatan terowongan “Sistem Antareja” No. ID 0 009 677. Ia juga menyandang Sertifikat Insinyur Profesional Utama (IPU) dari PII dan Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI).

Foto: wiratman.co.id
*) PMB angkatan tahun 1954

http://www.engineeringtown.com/teenagers/index.php/profil-insinyur/852-prof-dr-ir-wiratman-wangsadinata.html

----------------
Prof Wiratman: Jembatan Selat Sunda Akan Mirip Golden Gate

Jakarta - Pemerintah saat ini mulai menggarap secara serius proses pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS), yang sudah masuk dalam blue book Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Bahkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah telah mendukung dalam upaya menghubungkan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa dengan membangun jambatan, bukan terowongan bawah laut.

Melalui program 100 hari pemerintah juga akan menyiapkan tim khusus yang akan menggodok studi kelayakan pembangunan (feasibility study) JSS. Rencananya studi kelayakan itu akan rampung beberapa tahun ke depan.

Berikut ini wawancara detikFinance dengan desainer yang merancang JSS yang juga salah satu ahli jembatan yang dimiliki oleh Indonesia, saat dihubungi detikFinance, Minggu (22/11/2009).

Adalah Prof DR. Wiratman Wangsadinata, pria kelahiran Jakarta 1935 ini merupakan alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB). Prof Wiratman merupakan jebolan S-1 teknik sipil tahun 1960 dan menyabet gelar doktornya di tahun 1992 bidang bangunan.

Pakar jembatan ini juga telah banyak merancang pembangunan gedung-gedung di Indonesia termasuk infrastruktur lainnya seperti menara pencakar langit, power plant, bendungan dan lain-lain. Bahkan calon ikon Jakarta yaitu Menara Jakarta yang akan menjadi tower tertinggi di dunia setinggi 500 meter lebih, merupakan hasil rancangannya.

Selain itu Wiratman juga perancang gedung Wisma Darmala, PSP Office Tower, Kota BNI, Bakrie Tower, Sampoerna Strategic Square, Niaga Tower dan lainnnya. Di bidang perhotelan Wiratman juga telah merancang hotel Aryaduta, Four Seasons Residential Apartments, Mal Ciputra dan banyak lainnya, termasuk beberapa pembangkit listrik.

Di proyek pembangunan Jembatan Selat Sunda, Anda berperan sebagai apa?
Saya sebagai perencana desainer, tapi pada saat pelaksanaannya nanti di pembangunannya sebagai pengawas.

Sebagai seorang yang ditugasi merancang Jembatam Selat Sunda (JSS), apa saja yang sudah dilakukan?
Sekarang sedang dimulai perancangan desain jembatan, dalam dua tahun rancangan harus selesai. Perancangan dasar ini akan dilakukan perhitungan mendetail hingga tahun 2012 nanti.

Kalau sudah siap desainnya dan studi kelayakannya, maka sudah bisa dilaksanakan pembangunan. Mengenai investornya sedang dibicarakan. Kalau investor dengan siapa-siapanya, sebaiknya bisa dibicarakan dengan pihak Artha Graha.

Nantinya teknologi apa yang akan diterapkan Jembatan Selat Sunda ini ?
Kita akan pakai teknologi jembatan ultra panjang, di mana panjang bentang tengahnya untuk JSS mencapai 2.200 meter. Sedangkan untuk bentang samping sepanjang 2x800 meter jadi total bentangannya mencapai 3.800 meter. Sedangkan sisanya memakai konstruksi jembatan beton.

Ada lima seksi yang akan dibangun dengan total panjang 29 Km. Seksi 1 dibangun dengan beton, seksi 2 jembatan gantung ultra panjang, seksi 3 jembatan beton, seksi 4 jembatan gantung ultra panjang dan seksi 5 beton lagi.

Sekarang ini sudah masuk basic design atau perancangan dasar. Di antaranya lebih pada perhitungan pekerjaan yang banyak di lapangan misalnya masalah pengeboran laut dan lain-lain.

Lalu setelah itu pada tahun 2012 basic design selesai maka akan dilakukan tender melalui engineering procurement and construction (EPC) yang berdasarkan basic design. Kalau sudah ada pemenanangnya baru bisa dibangun.

Dalam basic design ini akan diperhitungkan beberapa aspek seperti faktor kegempaan, arus laut, kekuatan angin dan lainnya. Jadi feasibility study dengan basic design berjalan bersamaan.

Hambatan apa saja yang akan dialami?
Secara teknis tidak ada masalah, masalahnya adalah kurangnya sumber daya manusia kita, mungkin kita bisa kerja sama dengan tenaga ahli pihak asing. Misalnya dengan ahli yang membuat jembatan Messina di Italia yang memiliki bentang 3.300 meter, kita akan kerja sama dengan mereka termasuk melakukan MoU. Sementara yang lain juga menawarkan bidang teknologi pengetesan terowongan angin dari China.

Untuk tenaga kerja proses basic design ini membutuhkan 20 orang engineering. Sedangkan jumlah tenaga kerja untuk proses konstruksinya belum terpirkan, kita lihat nanti setelah tahun 2012, tentunya akan ribuan orang.

Jadi dari perkiraan sementara paling cepat kapan konstruksi bisa dibangun?

Paling tidak akan dibangun pada 2012, dengan proses pengerjaan selama sepuluh tahun dibangun, ini yang disyaratakan oleh pemerintah. Supaya ini masuk public private partnership (PPP), kalau tidak selesaikan dua tahun (basic design) maka akan dihapus dari PPP blue book. Kalau tahun 2012 sudah mulai dibangun rencananya jembatan sudah dibuka tahun 2022

Mungkin ini yang menjadi pertanyaan banyak orang, model apa yang akan dipakai dalam membangun JSS?
Seperti yang saya sampaikan tadi yaitu jembatan ultra panjang. Sebenarnya bentuknya akan sama seperti Suramadu, tapi kalau Suramadu itu pakai cable stayed, yaitu kabelnya lurus. Kalau jembatan Selat Sunda itu digantung sama dengan Golden Gate San Fransisco, tapi kalau Golden Gate Generasi pertama. Sedangkan kalau Jembatan Selat Sunda akan menerapkan teknologi generasi ketiga.

Sama dengan Jembatan Hangzhou di China, tetapi di China tidak ada rel kereta api. Kalau jembatan selat sunda ada jalur kereta api double track di tengahnya. Lebarnya JSS akan mencapai 60 meter, tidak memakai dua lantai ini lebih kuat terhadap angin karena daya angin lebih tipis, bentuknya aerodinamis.

Yang terpenting karena jembatan ini di atas perairan internasional maka tinggi jembatan dari permukaan laut mencapai 85 meter. Semua kapal laut bisa lewat termasuk generasi terbaru pun.

Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membangun JSS?
Biayanya tidak akan jauh dari sekitar US$ 10 miliar ya sekitar plus-minus 10%-15% atau sekitar Rp 100 triliun.

Sebagai jembatan yang akan menelan dana besar berapa lama kekuatan jembatan bisa bertahan?
Rencananya 200 tahun bisa bertahan, tapi itu bukan berarti langsung ambruk setelah itu.

Bagaimana dengan kesiapan pasokan material dalam negeri dalam menyokong pembangunan?
Akan diusahakan komponen lokal terutama untuk kubik beton, termasuk baja, meskipun baja sebagian akan dari luar. Harus diusahakan harus di atas 50% komponen lokalnya. (hen/qom)


Kamis, 03 November 2011

Prof DR Ir Ariono Abdulkadir

Majalah Energi (ME) : Prof Ariono, terima kasih banyak atas waktunya. ME sangat menghargai kontribusi Bapak untuk ketenagalistrikan Indonesia. Pertama, bisa Bapak ceritakan alasan Bapak mengejar gelar Teknik Fisika dari ITB di Bandung?
Ariono Abdulkadir (AA) : Terimakasih, sebetulnya, terus terang, dulu pada tahun 58 kondisi keuangan negara tidak begitu baik, orang tua saya Pegawai Negeri, punya anak banyak, dan saya ingin masuk ITB. Teknik Fisika merupakan bidang engineering yang mendekati minat saya yang menawarkan beasiswa.
Pada waktu saya mendaftarkan diri ke Teknik Fisika, saya bernegosiasi dengan para dosen tentang mata kuliah apa saja yang akan saya ambil. Saya putuskan untuk mengambil 40% Teknik Fisika seperti teknik kontrol, fisika matematik, dan fisika rekayasa, 30% teknik mesin seperti alat-alat permesinan, mekanika fluida, gambar teknik, pokoknya hardcore mechanical engineering process, dan 30% mata kuliah elektro yang isinya kombinasi antara arus lemah dan arus kuat, apa yang saya ambil waktu itu adalah, arus bolak balik, medan listrik dan magnet, telekomunikasi, radio dan teknik pembangkit tenaga listrik. Elektronika pada waktu itu merupakan masa perubahan dari vacum tube ke transistor. Dari tiga bagian kuliah itu, saya merasa punya pengetahuan cukup untuk mengerti engineering physics.


ME : Bisa Bapak ceritakan pengalaman sekolah di luar negeri, dimana Bapak menerima gelar Doktor di Mechanical Engineering dari University of Kentucky, Amerika Serikat. Bisakah Bapak memberitahu kami tentang hal itu secara singkat?
AA : Saya dikirim ke AS pada tahun 64 dengan beasiswa pemerintah, saya mengambil program mechanical engineering. Tetapi pada tahun 65 terjadi G30S, sehingga pemerintah menghentikan beasiswa saya, jadi saya melamar pekerjaan di universitas. Saya mendapat pekerjaan sebagai asisten Prof. Robert M Drake Jr., waktu itu beliau baru saja pindah dari Princeton, dia merupakan pengarang buku terkenal, Heat and Mass Transfer. Saya di kelas beliau bertugas memeriksa tugas memeriksa pekerjaan rumah mahasiswa, membuat jawaban tugas, kalau beliau tidak masuk saya yang menggantikan mengajar. Setelah itu pekerjaan saya ditambah, karena dari situ saya mendapatkan uang. Saya harus betul-betul bekerja di jurusan Teknik Mesin di sana.
Saya harus menyelesaikan riset tentang Fluid Mechanic and Heat Transfer yang merupakan suatu kontrak dengan National Science Foundation, riset itu cukup lama dilakukan karena menemui berbagi perubahan, tapi akhirnya selesai juga dan hasilnya diterbitkan di beberapa jurnal internasional pada tahun 67, kemudian saya pulang ke Indonesia, lalu kemudian dipanggil lagi ke Amerika Serikat oleh. Prof. Richard C. Birkebak dari University of Kentucky, beliau menawarkan projek penelitian yang bekerjasama dengan NASA yang meneliti tentang batuan dari bulan, penelitian ini menyelidiki sifat-sifat heat transfer dari batuan bulan, penelitian tersebut menjadi disertasi saya.
Setelah menyelesaikan S3 saya tidak diperbolehkan pulang, karena ada permintaan dari pemerintah AS untuk mencari sumber energi alternatif yaitu pencairan batubara. Pada saat itu, perang Arab-Israel pecah, sehingga harga minyak bumi naik. Metoda pencairan ini sulit dilakukan, namun berhasil dilakukan. Kemudian saya dipanggil pulang pada tahun 74. Tetapi apa yang terjadi, perang di Arab selesai sehingga harga minyak normal kembali, jadi teknologi pencairan batubara dinilai terlalu mahal dibandingkan harga minyak.

ME : Bisa Bapak ceritakan pengalaman profesional setelah menyelesaikan studi di Amerika?
AA : Setelah selesai kembali ke ITB untuk mengajar, ternyata NIP PNS saya hilang, tetapi saya tetap mengajar heat transfer di ITB selama 3 tahun. Setelah itu saya dipanggil oleh Pak Muslim Nasution untuk membantu menjadi pimpinan tim kerja BULOG untuk pembangunan gudang beras di seluruh Indonesia, 5 tahun saya jatuh bangun di situ lupa akan Teknik Fisika. Urusan saya hanya dengan orang-orang sipil, arsitektur dan lingkungan. Projek itu selesai on time selama 5 tahun dengan pengawasan spefisikasi yang ketat, selesai pada tahun ‘69 dan sampai sekarang 30 tahun berjalan kondisinya masih bagus, tapi terus terang saya capek mengurusi projek itu.
Kemudian saya diajak oleh adik Pak Harto untuk mengurusi perusahaan konstruksi, dan berhasil memenangkan kontrak untuk membangun PLTA Saguling pada tahun 81 hingga tahun 84. Setelah itu perusahan Jepang meminta saya untuk menjadi penasehat untuk projek serupa untuk PLTA Cirata 1 dan Cirata 2, Bakaru di Sulsel dan PLTA di Sumbar.
Setelah semua projek itu selesai baru saya merasa benar-benar capek menjadi kontraktor, karena sebenarnya saya dari dulu ingin jadi dosen, tetapi ITB sudah nun jauh di sana. Jadi saya pada awal tahun 90an kembali mengajar kembali di Universitas Mercu Buana, saya menjadi dekan di sana hingga sekarang dan mengajar di Universitas Nasional. Anda mesti mengetahui mengembangkan potensi dan kredibilitas di perguruan tinggi swasta tak semudah seperti di perguruan tinggi negeri, tapi pada tahun 2006 saya diangkat menjadi guru besar di Universitas Mercu Buana. Saya menjadi staf ahli PLN sejak tahun 2003, hingga awal tahun 2010. Menjadi staf ahli di BATAN dan menjadi staf di Institut Ekonomi Energi.

ME : Bapak sibuk dengan kegiatan di berbagai tempat. Tampaknya Bapak tidak memiliki kendala waktu? Apa kesibukan Bapak akhir-akhir ini?
AA : Semua dikerjakan bersamaan, saya biasa bekerja sambil mengajar, sambil menulis untuk jurnal. Saya juga bekerja sebagai staf ahli PLN, saya sudah biasa bekerja sampai malam, jadi bukan menjadi masalah bagi saya, tinggal masalah membagi-bagi waktunya saja. Saya sejauh ini sudah menulis paper nasional sebanyak lebih dari 150 dan paper internasional lebih dari 100, dan saya juga sudah menulis beberapa buku.
Di usia 72 ini kesibukan saya saat ini adalah mengajar di Universitas Mercu Buana dan kadang-kadang di ITB dan sedang mencoba mengumpulkan makalah-makalah yang sudah saya tulis dan mencoba untuk menulisnya kembali.

ME : Bagaimana tentang keluarga Bapak? Bisa diceritakan?
AA : Saya bertemu istri saya pada awal tahun 67 di Amerika Serikat, istri saya orang Indonesia tapi dia sudah punya warga negara Amerika, tetapi saya bawa kembali ke Indonesia dan jadi warga Indonesia kembali. Kemudian menikah pada awal tahun 68, saya sudah menikah 42 tahun dan saya mempunyai 3 orang anak dan 5 orang cucu yang sudah besar-besar.

ME : Kira-kira menurut Bapak apa yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan di negara kita, terutama yang berhubungan dengan energi?
AA : Kesejahteraan? Kalau program kesejahteraan kan basisnya pasal 33 UUD, sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. Tapi definisi kesejahteraan harus dibuat sustainable, sehingga menjadi bisa berkembang oleh dirinya sendiri, tidak boleh disubsidi, karena subsidi akan mengurangi kemampuan pada sektor yang lain. Untuk energi, Indonesia harus pelan-pelan mencoba menggunakan energi terbarukan. Energi laut harus disurvey, mana yang bisa dilakukan, energi angin harus dimanfaatkan, batubara harus dikurangi pelan-pelan karena pengotoran udara.
Potensi geothermal yang ada saat ini 27ribu megaWatt, itu masih kurang, tapi di seluruh dunia orang mencari sumber geothermal lapisan batuan dalam yang lebih dalam dari 3000 meter. Orang Amerika menganggap apabila mereka bisa mengembangkan geotermal lapisan dalam, Amerika akan self sustain dalam hal energi.

ME : Bagaimana tanggapan Bapak tentang implementasi PLTN di Indonesia?
AA : Masalah PLTN itu diakibatkan karena sebagian LSM di Indonesia terlalu mempercayai pendapat luar negeri, yang mengatakan bahwa SDM Indonesia ini belum bisa dipercaya dalam menangani PLTN. Menurut luar negeri, orang Indonesia jika disuruh memegang PLTN tidak akan bisa keselamatannya, tapi menurut saya orang Indonesia sudah cukup mampu menangani nuklir. Menurut saya BATAN itu sanggup untuk menangani masalah teknologi nuklir.
PLTN ini diperlukan untuk pulau Jawa. Pulau Jawa ini pertumbuhan penduduk dan ekonominya sangat tinggi. Tidak dapat terus menerus membakar batubara untuk memenuhi kebutuhan energi, karena batubara energi yang tidak terbarukan, suatu saat akan habis, dan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat Jawa akan buruk.

ME : Kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk memajukan teknologi energi di negara kita?
AA : Teknologi itu sesuatu yang harus berani dikembangkan, tahun 80an, India dan Cina posisinya sama dengan Indonesia, mereka sekarang sepuluh, duapuluh kali lebih maju dari kita. Itu merupakan hasil kombinasi berbagai kebijakan-kebijakan. Kebijakan finansial yang baik, kebijakan teknologi yang baik, kebijakan alih teknologi yang baik.
Kita tidak boleh menutup mata dari pengalaman-pengalaman orang lain. Kita bisa mencontoh negara-negara lain misalnya Jepang, pada zaman resotrasi meiji, dimana Jepang melakukan perbuahan besar-besaran, berubah dari negara yang tertutup menjadi negara yang mengembankan teknologi. Perkembangan teknologi Korea, dalam bidang nuklir mereka sudah independen. Cina memiliki kebijakan untuk sebagian membeli teknologi, untuk menghindari resiko kegagalan mengembangkan teknologi. Mereka bisa meyakinkan Eropa dan Amerika untuk share teknologi dengan mereka, mengapa kita tidak bisa?

ME : Sekedar tambahan: Kami mendapatkan berita bahwa Bapak pernah melihat UFO, bisa cerita sedikit tentang itu?
AA : Itu betul, waktu itu tahun ‘78, UFO itu sempat saya foto, kebetulan waktu itu saya bawa kameran dan lensa tele. Waktu itu kami naik mobil sepulang dari pabrik di Pasuruan, mau pulang ke Surabaya, di daerah Gempol saya liat langit ke arah barat. Saya liat ada benda yang jatuh dengan ekor yang panjang sekali, jatuhnya pelan. Kemudian saya turun dari mobil, dan mengambil foto. Saya berpikir, kalau benda itu jatuh kena tanah pasti meledak, tapi ternyata benda itu mendadak membelok ke arah timur dalam waktu yang cukup lama. Kemudian fotonya saya afdruk dan kemudian saya laporkan ke LAPAN, kemudian hasilnya dibeli oleh mereka.

ME : Terimakasih untuk kesempatan wawancara ekslusif ini di sela-sela kesibukan Bapak, semoga Bapak Ariono sehat selalu.

Pak Ariono dalam waktu dekat ini akan menerbitkan beberapa buku tentang energi yang berjudul: Pembangkit Listrik Bersih Lingkungan, Perkembangan Energi Terbarukan Internasional, Sistem Listrik Luar Jawa-Bali dengan Energi Terbarukan, Geothermal Outline.(JP)

http://majalahenergi.com/nasional/prof-dr-ir-ariono-abdulkadir-msme

Prof DR Ir Ariono Abdulkadir PMB 1959 , meninggal 3 November 2011