Rabu, 12 Desember 2012

16 Desember 2012, PMB di Kampung Naga

 
PMB ke Kampung Naga 16 Desember 2012


Kampung Naga merupakan perkampungan tradisional dengan luas areal kurang lebih 4 ha. Lokasi obyek wisata Kampung Naga terletak pada ruas jalan raya yang menghubungkan Tasikmalaya - Bandung melalui Garut, yaitu kurang lebih pada kilometer ke 30 ke arah Barat kota Tasikmalaya.
Kampung Naga  dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan Ieluhumya. Hal ini akan terlihat jelas perbedaannya bila dibandingkan dengan masyarakat lain di luar Kampung Naga. Masyarakat Kampung Naga hidup pada suatu tatanan yang dikondisikan dalam suasana kesahajaan dan lingkungan kearifan tradisional yang lekat.

Secara administratif Kampung Naga termasuk kampung Legok Dage Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya.

Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 kilometer, sedangkan dari Kota Garut jaraknya 26 kilometer.

Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga yang sudah ditembok (Sunda sengked) sampai ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai ke dalam Kampung Naga. Menurut data dari Desa Neglasari, bentuk permukaan tanah di Kampung Naga berupa perbukitan dengan produktivitas tanah bisa dikatakan subur.

Luas tanah Kampung Naga yang ada seluas satu hektar setengah, sebagian besar digunakan untuk perumahan, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali.

Daya tarik obyek wisata Kampung Naga terletak pada kehidupan yang unik dari komunitas yang terletak di Kampung Naga tersebut. Kehidupan mereka dapat berbaur dengan masyrakat modern, beragama Islam, tetapi masih kuat memlihara Adat Istiadat leluhurnya. Seperti berbagai upacara adat, upacara hari-hari besr Islam misalnya Upacara bulan Mulud atau Alif dengan melaksanakan Pedaran (pembacaan Sejarah Nenek Moyang) Proses ini dimulai dengan mandi di Sungai Ciwulan dan Wisatawan boleh mengikuti acara tersebut dengan syarat harus patuh pada aturan disana.

Bentuk bangunan di Kampung Naga sama baik rumah, mesjid, patemon (balai pertemuan) dan lumbung padi. Atapnya terbuat dari daun rumbia, daun kelapa, atau injuk sebagi penutup bumbungan. Dinding rumah dan bangunan lainnya, terbuat dari anyaman bambu (bilik). Sementara itu pintu bangunan terbuat dari serat rotan dan semua bangunan menghadap Utara atau Selatan. Selain itu tumpukan batu yang tersusun rapi dengan tata letak dan bahan alami merupakan ciri khas gara arsitektur dan ornamen Perkampungan Naga.

Obyek wisata ini merupakan salah satu obyek wisata budaya di Tasikmlaya Wisatawan biasanya memiliki minat khusus yaitu ingin mengetahui dan membuktikan secara nyata keadaan tesebut. Pengembangan obyek wisata Kampung Naga termasuk dalam jangkuan pengembangan jangka pendek.

Sejarah/asal usul Kampung Naga menurut salah satu versi nya bermula pada masa kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat. Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singaparana oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Dalam persemediannya Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.

Nenek moyang Kampung Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga "Sa Naga" yaitu Eyang Singaparana atau Sembah Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan Eyang Galunggung, dimakamkan di sebelah Barat Kampung Naga. Makam ini dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.

Namun kapan Eyang Singaparana meninggal, tidak diperoleh data yang pasti bahkan tidak seorang pun warga Kampung Naga yang mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka warisi secara turun temurun, nenek moyang masyarakat Kampung Naga tidak meninggal dunia melainkan raib tanpa meninggalkan jasad. Dan di tempat itulah masyarakat Kampung Naga menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda atau petunjuk kepada keturunan Masyarakat Kampung Naga.

Ada sejumlah nama para leluhur masyarakat Kampung Naga yang dihormati seperti: Pangeran Kudratullah, dimakamkan di Gadog Kabupaten Garut, seorang yang dipandang sangat menguasai pengetahuan Agama Islam. Raden Kagok Katalayah Nu Lencing Sang Seda Sakti, dimakamkan di Taraju, Kabupaten Tasikmalaya yang mengusai ilmu kekebalan "kewedukan". Ratu Ineng Kudratullah atau disebut Eyang Mudik Batara Karang, dimakamkan di Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, menguasai ilmu kekuatan fisik "kabedasan". Pangeran Mangkubawang, dimakamkan di Mataram Yogyakarta menguasai ilmu kepandaian yang bersifat kedunawian atau kekayaan. Sunan Gunungjati Kalijaga, dimakamkan di Cirebon menguasai ilmu pengetahuan mengenai bidang pertanian.

Sumber : www.tasikmalaya.go.id, dieny-yusuf.com, www.westjava-indonesia.com
--------------

Senin, 03 Desember 2012

1/12/2012, Buku, Pesta dan Cinta ?

 









Buku, Pesta dan Cinta: Masihkah Ada?
Buku, Pesta, dan Cinta adalah slogan yang sangat populer di kalangan mahasiswa UI sejak era ‘60-an. Pada waktu itu kehidupan kemahasiswaan sangat diwarnai oleh semangat kebebasan dari semangat Tritura. Di era itu mahasiswa bebas untuk berorganisasi dan berpendapat dengan modal keberanian. Puncak dari semangat untuk mengekspresikan kebebasan itu adalah peristiwa Malari, yang berakibat beberapa tokoh mahasiswa mendekam di dalam penjara.
Beberapa alumni dari periode ini punya pandangan yang sama tentang pola pergaulan pada masa itu. Kesatuan mahasiswa mudah diciptakan karena belum ada gank-gank apalagi kelompok-kelompok berdasarkan perbedaan status sosial. Dan umumnya pada masa ini antar mahasiswa saling kenal dan bergaul akrab. Karena keakraban itu pulalah sehingga tidak jarang ada pasangan mahasiswa/i yang melanjutkan ‘merenda hari esok.’
Setelah peristiwa Malari itu kehidupan kampus dibekukan, cara berpikir dan orientasi mahasiswa menjadi harus cepat dan mudah. Kegiatan ‘hore-hore’ menjadi lebih besar bobotnya daripada diskusi ilmiah.
Sejak tahun 1987, kampus UI berpindah dari Rawamangun ke Depok. Pola pergaulan yang ada kemudian juga mengalami perubahan, dan mulai mengarah pada pertentangan karena tiap kelompok ingin mendahulukan kepentingannya dan mendominasi.
Trend dan dinamika mahasiswa UI pasca reformasi saat ini tidak dapat menghindar dari modernitas yang mempengaruhi mahasiswa dalam bertindak. Sarana dan pra-sarana yang makin canggih memungkinkan kemudahan-kemudahan untuk menghabiskan waktu di mall, cafe atau hanya di depan komputer untuk berinteraksi. Generasi sekarang mungkin tak sesusah generasi sebelumnya.
Kini dominasi pembicaraan di kampus tidak diwarnai hal-hal yang berbau sosial politik melainkan soal 3F (food, fashion, & film). Lalu, masihkah ada buku yang terselip di antara cinta dan pesta mahasiswa?
Mungkinkah mimpi Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa UI era ‘60-an, menjadi semakin terang atau semakin kabur?

“Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi ‘manusia-manusia yang biasa.’ Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.” (Soe Hok Gie)

Pemuda, yakinlah “KEBENARAN biarpun menyakitkan, lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.” 

http://media.kompasiana.com/buku/2011/07/02/buku-pesta-dan-cinta-masihkah-ada/

Foto koleksi : Rofiek PMB 77 dan Herru PMB 78

Senin, 22 Oktober 2012

Perbaikan fasilitas TNI oleh PMB , MBB 2012

 Acara Serah Terima Perbaikan Fasilitas Asrama TNI


  Sedang dalam tahap pembangunan. Ada 20 buah kamar mandi yang sedang d bangun. Semoga bermanfaat bagi warga disana. Sebelumnya hanya ada 2 kamar mandi saja yang bisa di pergunakan
======
-----------------------------------------------------
Senat PMB 2012 -2013
----------------------------

NUNTIUS de TRAGOEDIA PMB 2012

Minggu, 07 Oktober 2012

Khitanan masal 9 Oktober 2012


Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB) menyelenggarakan bhakti sosial khitanan massal gratis di SDN Merdeka 5 Bandung, Minggu (1/7/2012).

Sebanyak 100 anak dari kalangan ekonomi menengah ke bawah turut berpartispasi dalam kegiatan tersebut. Ketua pelaksana khitanan massal PMB Aggih Firdansyah mengatakan kegiatan khitanan massal ini sebagai salah satu pengabdian PMB pada masyarakat.
Selain itu, khitanan massal ini merupakan kegiatan tahunan yang diadakan oleh PMB sebagai bentuk kepedulian sosial, mengingat biaya khitan yang semakin mahal, yang diselenggarakan saat liburan sekolah.

"Dengan aksi yang PMB lakukan ini, kami harap dapat membantu sesama terutama bagi mereka yang membutuhkan," kata Aggih saat ditemui INILAH.COM, di Jalan Merdeka Kota Bandung, Minggu (7/10/2012).

Dia menjelaskan acara khitanan massal ini merupakan implementasi dari tanggung jawab sosial PMB terutama dalam hal memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar.

Dirinya juga berharap acara-acara kecil seperti ini dapat diikuti oleh teman-teman mahasiswa lainnya. Karena dengan bentuk pengabdian pada masyarakat seperti ini, dapat membantu mereka yang membutuhkan.

Sementara itu, sambil menunggu antrean, anak-anak yang hendak dikhitankan dihibur dengan berbagai kesenian Sunda, atraksi pencak silat dan diarak keliling menggunakan delman. "Ini semua dilakukan untuk menciptakan suasana agar anak-anak tidak merasa tegang," ungkapnya.

Dia menambahkan selain dikhitan secara gratis, peserta mendapatkan bingkisan berupa sarung, baju koko, kopiah, tas dan peralatan sekolah serta uang tunai. "Semua bingkisan ini kami peroleh dari PMB angkatan 1967 dan iuran anggota PMB," ucapnya.[jul]

Oleh: Riza Pahlevi 
Jabar - Minggu, 7 Oktober 2012 | 10:55 WIB
http://www.inilahjabar.com/read/detail/1913115/pmb-gelar-sunatan-massal-di-sdn-5-merdeka

=======







Rabu, 26 September 2012

Nungky, Duta Wali Pohon (PMB 1979)

 

Jabatan yang disandang Irma Nurmala Pratikto atau akrab disapa Nungky ini memang unik. Duta Wali Pohon. Tugasnya adalah mengkampanyekan penanaman kembali lahan di kawasan hutan Masigit-Kareumbi di Jawa Barat. Tepatnya melintasi di tiga kabupaten; Bandung-Garut-Sumedang. Seusai reformasi, dalam jarak kurang dari tiga tahun (1998-2000), hampir 800 ha hutan di kawasan masigit-kareumbi mengalami penggundulan massal. Setiap hari tak kurang dari 35 truk kayu diangkut untuk berbagai kepentingan. Jika tak segera diatasi, tentu akan berbahaya bagi lingkungan di sekitarnya.

Sejak dua tahun lalu, kelompok pecinta alam Wanadri, mengambil peran untuk mengkonservasi kembali kawasan tersebut. Mereka menggunakan konsep wali pohon. Setiap orang ditawari untuk menjadi wali pohon, mulai dari satu buah pohon hingga jumlah tak terhingga. Untuk perawatan satu pohon selama 3 tahun, dikenakan beaya Rp. 50.000 atau sekitar $ 5,5 AUD. Setelah 3 tahun, pohon yang ditanam dianggap cukup dewasa untuk tumbuh sendiri dan menjadi bagian dari flora di kawasan itu. Setiap wali bisa memonitor perkembangan setiap pohon secara online melalui password yang terdapat dalam sertifikat. Informasi lebih jauh bisa dilihat di blog: http://kareumbi.wordpress.com/.

Selama dua tahun ini, Wanadri sudah berhasil mengkoordinir penanaman 22.000 pohon. Jika trend ini dapat dipertahankan secara konsisten, maka untuk penghijauan kembali lahan seluas 800 ha akan membutuhkan 18 tahun. Setiap ha memerlukan 800 pohon. Maka 800 ha akan membutuhkan 640 ribu pohon. Percepatan penghijauan akan bisa dicapai jika semakin banyak pihak yang terlibat, termasuk Anda. Merusak, memang selalu lebih mudah dan cepat daripada membangunnya kembali.

Untuk memperluas dukungan menjadi wali pohon itulah, pada 5-12 Juli 2012 Nungky datang ke Australia. Ia mengunjungi KBRI di Canberra, KJRI Siydney, KJRI Melbourne, dan warga Indonesia serta Australia yang tertarik. Dari alumni ITB di West Australia ia mendapat titipan 148 pohon dan dari KJRI Melbourne ia mendapat 100 pohon.

“Orang Australia juga ada yang tertarik, seperti Peter dan Acacia, pemilik agen wisata K7 Adventures,” ujar professional yang aktif di Real Estate Indonesia (REI) ini saat ditemui di Wisma Nusantara.

Konjen Irmawan Emir Wisnandar mendukung kampanye wali pohon ini dan akan mensosialisasikannya kepada warga Indonesia di Melbourne. ”Nanti akan dikoordinasikan oleh fungsi Pensosbud KJRI,” ujarnya.  

Selain kampanye wali pohon, sebagai pendaki gunung yang tergabung dalam komunitas Perempuan Merah Putih, ibu dua putrid ini juga menaklukkan ketinggian gunung Kosciuszko. Gunung tertinggi di Australia itu ia daki bersama Tatty Djahrab. Saat naik ke gunung setinggi 2228 m itulah ia bersua dengan Peter dan Acacia, pemilik agen pendakian yang mengatur perjalanannya. Dan keduanya berkomitmen untuk terlibat juga sebagai wali pohon.


Sebelum tiba di benua Kangguru, Nungky telah menaklukkan ketinggian gunung Fuji di Jepang. Dalam kunjungannya ke Gunma Safari Park, tak diduga ia mendapat sambutan baik dari Presiden Direktur taman nasional tersebut. Kinihiko Takahashi, sang Presdir, bahkan sudah berkunjung ke kawasan Masigit-Kareumbi untuk menyerahkan bantuan pohon dan melihat dari dekat proses konservasi itu.

“Pola yang dilakukan Wanadri di Masgit-Kareumbi bisa diadopsi oleh siapa saja yang tertarik untuk mengkonservasi hutan,” papar Nungky. Namun, perempuan kelahiran 7 Juni itu menambahkan bahwa harus ada pribadi-peribadi yang siap mengawal prosesnya. “Seprti proses meminta perizinan dari pemerintah, itu juga perlu waktu. Lalu kampanye-kampanye yang tak kenal lelah,” sambungnya. Memang, hanya dengan upaya tak kenal lelah itulah, kita bisa menjaga dan menyelamatkan kelestarian hutan. Dan Nungky, sang Duta Wali Pohon, adalah salah satu pionir yang layak kita teladani. (IDY)




Minggu, 09 September 2012

Khitanan massal di PMB tahun 2012



================================

Ke Panti Jompo
=============================


HBH PMB 1961, 15 September 2012
==========================================

=====================================================



HBH 8 September 2012
========================================================