Imam Yudotomo
Sosialisme Tidak Sama Dengan Komunisme
Perspektif Baru: Tahun 1965 sudah
berlalu tapi kita masih mengalami trauma panjang soal sosialisme di Indonesia
yang sepertinya adalah persoalan kematian politik. Sosialisme di Indonesia
sebenarnya sudah panjang umurnya, seumur dengan sejarah bangsa kita. Pada awal
kemerdekaan ada paham-paham seperti nasionalisme, sosialisme dan islamisme.
Namun sekarang yang tersisa hanyalah nasionalisme dan islamisme. Ada apa dengan
"sosialisme"? Tahun 1965 mencatat bahwa persoalan sosialisme
seolah-olah adalah persoalan anti Tuhan dan persoalan yang sangat buruk
dihadapan manusia. Pandangan sosialisme mengenai manusia seolah-olah merupakan
pandangan mengenai keduniawian semata. Bagaimana sebenarnya sosialisme sekarang
ini? Relevankah sosialisme ini dengan situasi politik dan situasi dunia saat
ini? Ataukah kita harus menguburnya seperti juga kita mengubur sejarah
Majapahit di masa yang lalu? Kita hadir bersama Imam Yudotomo, seseorang yang
dulu pernah menjadi perwakilan sosialis internasional di kawasan Asia Tenggara
dan sekarang memprakarsai sebuah organisasi bernama "Pergerakan
Sosialis." Kita akan mengetahui bagaimana dia bersama kawan-kawannya
mencoba menggalang dan menerbitkan kembali gagasan sosialisme dalam menghadapi
keadaan dunia dan krisis yang tidak pernah selesai hingga saat ini. Perspektif
Baru kali ini dipandu oleh saya, Faisol Riza.
Menurut saya anda termasuk orang yang
cukup langka, dengan berbagai pengalaman politik di masa lalu. Anda tetap tidak
berhenti sampai usia di atas 60 tahun. Sementara generasi anda tampaknya sudah
mapan dan sudah berpikir bagaimana mengakhiri atau melewati masa tua ini. Apa
yang menjadi semangat anda sampai anda bisa bertahan hingga kni?
Mungkin ini satu kecelakaan atau juga
mungkin merupakan suatu berkah bagi saya. Mungkin saya bisa begini karena saya
mempunyai ideologi. Dengan ideologi itu saya punya cita-cita dan karena itu
maka saya terus seperti ini, terus berjuang untuk mencapai cita-cita tersebut.
Mungkin teman-teman sesama aktivis zaman dulu tidak berideologi atau kurang ideologinya
jadi dia bisa macam-macam di luar jalur yang semestinya ditempuh.
Sebelum berbicara mengenai ideologi,
sepertinya hidup anda ini selalu diisi dengan berjuang, berjuang dan berjuang
akan tetapi belum mencapai hasil sampai sekarang. Memang panjang sekali
perjuangan semacam ini dan apa sebenarnya tujuannya?
Kalau disebut berjuang, rasanya seperti
hebat sekali. Mungkin hidup memang seperti inilah adanya karena ada cita-cita.
Kalau berbicara tidak tercapai, Soekarno berbicara mengenai kemerdekaan dan baru
30-40 tahun kemudian kemerdekaan itu tercapai. Apalagi berbicara soal Nabi,
perjuangan 200 tahun belum tercapai juga. Jadi umur 60 tahun sebenarnya tidak
ada artinya.
Mengenai cita-cita tadi, apa refleksi
anda terhadap berbagai macam usaha, gerakan yang ingin memperbaharui demokrasi
di Indonesia, terutama bagian-bagian yang kita anggap sebagai evaluasi ?
Kalau berbicara tentang evaluasi, banyak
dari teman-teman yang melawan Soeharto basisnya bukan basis ideologis. Mereka
hanya ingin memperjuangkan satu hal yang waktu itu ada fenomena yang tidak enak
lalu dilawan. Seharusnya ada cita-cita yang lebih besar dari itu dan bukan
sekedar soal melawan Soeharto. Karena sesudah melawan Soeharto, banyak
teman-teman yang sekarang ini mengalami kebuntuan dan tidak tahu apa yang mesti
dikerjakan. Ini yang pertama. Jadi adanya kebuntuan dari teman-teman pejuang
demokrasi dulu tapi sekarang kebingungan. Karena itu, seringkali mereka juga
ikut aktif bersama kekuatan yang sebenarnya anti demokratis dalam perjuangan
mereka. Misalnya, menganggap Megawati sekarang ini kurang demokratis atau
kurang untuk rakyat. Tapi dalam gerakannya, mereka berjuang bersama kekuatan
non demokratis juga. Hal tersebut sama saja seperti ketika zaman dulu saat
melawan komunisme bersama CIA. Hal itu tentu tidak lucu. Maka saya rasa harus
dengan ideologi yang jelas.
Anda ingin menawarkan sebuah ideologi.
Mungkin saya bisa lihat dari nama organisasi yang anda bangun bersama
teman-teman yaitu "Pergerakan Sosialis." Maka sosialisme yang ingin
anda tawarkan. Padahal di dunia ini banyak orang mengatakan sosialisme sudah
selesai dan sekarang ini zaman baru dengan tata dunia baru. Apakah ini bukan
sesuatu yang kontra dengan gagasan sosialisme yang ingin anda kembangkan?
Yang pertama ingin saya koreksi adalah pengertian
bahwa sosialisme sudah hancur. Yang jelas adalah benar bahwa negara-negara
komunis sudah hancur. Tapi karena orang komunis selalu mengklaim diri sebagai
representasi dari kekuatan sosialis satu-satunya, maka orang-orang berpendapat
bahwa sosialisme itu juga hancur. Padahal yang hancur adalah komunisme bukan
sosialisme. Ini harus jelas juga. Di Indonesia, komunis dan sosialis sering
dianggap sama karena sumbernya dari Marx. Betul kita bersumber sama namun
banyak hal yang juga berbeda dan bahkan mungkin perbedaan itu menjadi
pertentangan yang begitu dahsyat dan kalau dilihat, mungkin konsentrasi kamp
yang dibuat Rusia di Siberia isinya adalah orang-orang sosialis juga.
Perbedaanya dapat kita lihat misalnya dari cara mencapai kekuasaan. Orang
sosialis berdasarkan demokrasi, sementara orang komunis dengan alasan sebelum
demokrasi harus dibangun diktator proletariat. Ternyata diktator proletariat
itu terjadi berpuluh tahun sehingga sulit dikatakan hal ini sebagai
kesementaraan seperti yang dikatakan Lenin. Jadi yang pertama, sosialisme
adalah ideologi dan hal itu masih ada sekalipun negara komunis hancur. Menurut
saya rasa ideologi itu tidak bisa diberantas. Tentu hal ini menjadi bahan
propaganda bahwa kehancuran komunisme itu seolah-oleh menjadi kehancuran
ideologi komunisme dan sosialisme secara bersama. Hal ini sama sekali tidak
benar. Karena sekalipun kita berbicara masalah dunia baru sebetulnya basis
konfliknya sama yaitu orang kapitalis neo-liberalis ingin supaya campur tangan
negara dalam kehidupan ekonomi itu dihilangkan. Dengan begitu modal mereka bisa
kemana-mana tanpa kontrol siapapun. Sementara orang sosialis tetap pada
pendirian bagaimana mengontrol kapital, bagaimana mengontrol pasar, bagaimana
mengontrol pemanfaatan hak milik. Jadi, jika dilihat dari segi itu sebetulnya
mungkin seolah-olah berbeda, tapi kalau kita lihat neo liberalisme dengan pasar
bebas merupakan kapitalis yang sangat elementer, yaitu bagaimana membebaskan
peran negara atas mekanisme ekonomi. Ini yang sekarang dituntut neo liberalisme
agar modalnya bisa pergi. Hal ini pada dasarnya sama saja dengan pertentangan
orang kapitalis dengan orang Marxis zaman dulu. Jadi sebetulnya konstalasinya
sama. Hanya sekarang caranya super canggih, teknik-teknik, strategi, taktik dan
sebagainya sangat canggih. Jadi kita juga harus menyesuaikan dengan kecanggihan
alam pikir manusia.
Ada bagian lain yang mungkin orang juga
ingin katakan sosialisme sudah tidak relevan. Buktinya ada partai buruh
misalnya di Inggris dan Australia yang tidak ubahnya juga dengan partai-partai
yang lain. Padahal menurut sejarahnya atau paling tidak dalam terminologi
tertentu, hal itu dikategorikan sebagai gerakan kiri atau khususnya menjadi
bagian dari gerakan sosialis. Bagaimana mempertanggungjawabkan hal tersebut?
Persoalan mempertanggungjawabkan
merupakan hal sulit, kalau saya harus mempertanggungjawabkan. Yang menjadi
masalah perkembangan masyarakat memang bergerak ke arah lain dari yang banyak
diramalkan orang. Salah satu contoh bisa kita lihat dari formasi kelas. Di
Inggris atau negara-negara Eropa, kelas buruh tradisional yang disebut blue collar worker jumlahnya menjadi sangat sedikit. Ada penelitian yang menyebutkan jumlah
golongan buruh semacam ini tinggal 16% dari seluruh buruh di Inggris. Artinya
bahwa buruh dengan sifat-sifat yang lain seperti white collar job yang sebetulnya mereka buruh tapi merasa bukan buruh menjadi banyak yang
tuntutannya. Berbeda dengan kaum buruh tradisional yang memang bekerja keras
dengan tangannya. Mereka ini merupakan kelas yang 100% dikurangi 16% dari buruh
tradisional menjadi tidak tertarik pada slogan-slogan kelas buruh yang 16%.
Karena itu, sebagai partai kalau kita ingin mendapatkan vote suara dari mereka
tentunya harus mengubah strategi. Jadi persoalan kaum sosialis di Eropa adalah
mereka melihat kaum buruh tradisional itu tinggal 16%. Kalau dia tetap
berpegang teguh pada slogan-slogan, tuntutan-tuntutan tradisional seperti zaman
Marx dulu maka dia akan ditinggal pengikutnya. Hal itu merupakan problem
sosialis di Eropa, sedangkan problem sosialis di Indonesia sangatlah berbeda,
karena kaum kapitalisnya di sini masih kejam seperti kaum kapitalis 100 tahun
yang lalu di negara-negara Eropa. Saya rasa dalam gerakan sosialis karena basis
kita adalah pengalaman riil dalam masyarakat, maka perbedaan itu menjadi tidak
aneh. Namun secara prinsip orang sosialis adalah pemegang prinsip demokrasi
yang mungkin paling ketat. Saya sependapat sosialisme haruslah demokratis. Jadi
kalau disebut bahwa partai buruh disana berubah, memang situasinya berubah dan
mau tidak mau strategi politiknya harus berubah. Namun orang selalu mengira sebagai
masyarakat internasional seolah-olah kaum sosial demokrat sama dimana-mana.
Saya rasa tidak. Di Indonesia kalau kita bicara soal sosial demokrasi seperti
Tony Blair,keblinger namanya.
Di Indonesia, dulu juga ada partai
sosialis. Apa sebenarnya yang membedakan organisasi anda, pergerakan sosialis
dengan partai atau organisasi-organisasi sosialis yang pernah tumbuh di
Indonesia dan mungkin sebagian dilarang, terutama dalam gagasan-gagasan
sosialismenya?
Mungkin perbedaannya terletak pada soal
waktu dan realitas masyarakat yang ada. Bung Syahrir dalam tulisannya banyak
mengatakan kapitalisme nasional tidak ada di Indonesia karena tempatnya sudah
ditempati oleh kapitalis asing. Dan kapitalisme asing bersamaan dengan
kemerdekaan Indonesia telah berhasil kita usir. Tapi sekarang, dengan asumsi
bahwa kapitalis tidak ada, maka tentunya perjuangan tidak perlu mempertajam
kontradiksi. Jadi buat kaum sosialis pada zaman Bung Syahrir, mereka
mengembangkan cara-cara demokratis, pendidikan dan sebagainya yang lebih ke arah
demokrasi. Kalau kita lihat situasi pada waktu itu, mungkin hal tersebut benar
karena kemerdekaan sudah dicapai dan perusahaan asing sudah dikuasai oleh
Indonesia. Tapi harus diingat, tahun 1948 ada KMB (Konferensi Meja Bundar) yang
mengembalikan semua hak kaum kapitalis di Indonesia. Perkebunan-perkebunan dan
pabrik-pabrik dikembalikan. Sejak itu muncul masalah apakah kapitalis ada atau
tidak? Lalu kemudian oleh Bung Karno dinasionalisir dan hal itu menjadi masalah
lagi, apakah kapitalis itu masih ada? Tapi yang riil pada tahun 2000 adalah
kapitalis di Indonesia riil ada. Disitulah mungkin perbedaannya dalam pandangan
melihat kapitalisme. Kita melihat kapitalisme itu riil ada di Indonesia, karena
itu lawan kita adalah kapitalisme. Sementara Bung Syahrir mengatakan
kapitalisme nasional itu tidak ada. Sejak kita mendapat keberuntungan sosial
dengan harga minyak yang meningkat tajam, kita punya modal yang cukup yang bisa
dipakai untuk mengembangkan kapitalisme nasional. Jadi hal yang dulu gagal
dikerjakan oleh Bung Hatta dalam membangun kapitalis nasional dengan benteng policy yang memberi modal
pada Hasyim Ning, Rahman Tamin dan banyak kapitalis nasional yang ternyata
tidak berhasil. Tapi sejak Indonesia mendapat rezeki dari sektor minyak,
kapitalisnya muncul seperti seperti Liem Soei Liong. Meskipun orang meragukan
namanya kapitalis apa, tapi tetap kapitalisme ada di Indonesia.
Tentang sosialisme di Indonesia,
terutama pada tahun-tahun terakhir ini sangat sulit dihadapkan pada masyarakat
misalnya soal bentuk yang bisa mereka ikuti atau apa sebenarnya ideologi
sosialisme? Tidak seperti partai politik, tidak seperti negara, tidak seperti
institusi yang bisa didatangi. Bagaimana mencoba menghadirkan harapan baru
tersebut kehadapan rakyat sehingga mereka mau ikut untuk jalan perbaikan?
Harus diketahui selama 30 tahun rezim
orde baru kita sudah didepolitisasi. Kebijakan orde baru itu depolitisasi.
Rakyat tidak boleh berpolitik. Depolitisasi itu menyebabkan rakyat menjadi
deideologisasi atau tidak berideologi. Bersamaan dengan itu rakyat menjadi
tidak terorganisir. Tentu hal ini menjadi sulit, karena sulit berbicara masalah
sosialisme di dalam masyarakat yang tidak berideologi. Yang kedua, adanya satu
kampanye yang dahsyat mengatakan sosialisme itu sama dengan komunisme.
Sebetulnya orang sosialis dianggap komunis tidak masalah, namun buat rakyat
yang namanya komunis nasibnya jelek sekali. Dua juta rakyat Indonesia dibunuh
karena dianggap komunis. Kemudian tentara tidak boleh menikah dengan keluarga
komunis. Jadi sekalipun buat kita tidak masalah, tapi buat rakyat bermasalah
jika sosialis disebut sama dengan komunis. Tentu mereka tidak mau. Pemahaman
ini ternyata bukan saja diikuti oleh rakyat umum akan tetapi dikalangan
intelektual. Mahasiswa pun memiliki pemahaman seperti itu. Jadi memang sulit
bagi kita untuk mempropagandakan sosialisme. Pergerakan sosialis sudah
dideklarasikan pada 1 Agustus 2000 di Parapat, Sumatera Utara. Akan tetapi
untuk menyebarluaskan gagasan tersebut menjadi masalah yang sangat besar. Target
kita selama tiga tahun membangun organisasi yang berorientasi sosialis ternyata
tidak tercapai. Kita hanya mampu membangun 40 organisasi massa yang
berorientasi sosialis. Sehingga dengan 40 organisasi semacam ini kami belum
bisa dan belum berani mendeklarasikan suatu partai. Kita mungkin berbeda dengan
teman-teman yang mendirikan partai di Jakarta. Katakanlah di Jakarta kumpul
beberapa orang kemudian deklarasi, sesudah itu mencari massa ke daerah. Namun
yang kita ingin adalah kita mendirikan partai yang betul-betul diinginkan
rakyat. Artinya kalau kita mempunyai 200 organisasi massa yang berorientasi
sosialis, maka 200 organisasi itulah yang harusnya nanti memproklamirkan partai
sosialis. Jadi memang perjalannya sangat jauh. Sama seperti apa yang dikatakan
Hendry T. Roland Hores, pendiri partai Buruh Belanda 100 tahun yang lalu, yang
mengatakan "kita bukan pembangun candi, kita hanya pengangkut batu,"
kira-kira begitulah peran orang-orang sosialis sekarang ini.
Terhadap ketakutan dari masyarakat dalam
menerima propaganda hitam komunisme yang disamaratakan dengan sosialisme dan
anda anggap sebagai sebuah hambatan yang cukup besar. Tentunya juga ada hal-hal
yang menurut anda memberi harapan, bahwa sebenarnya sosialisme itu memang
memang ideologi yang dibutuhkan pada saat sekarang. Harapan atau faktor yang
bisa membantu mempercepat gerakan yang anda dan teman-teman buat yang juga bisa
mempercepat proses penyebaran, apa saja kira-kira?
Saya rasa kondisi obyektif. Jadi kalau
kita lihat kondisi obyektif sekarang masih sama. Upah buruh sangat rendah. Hal
ini sama dengan apa yang terjadi 150 tahun di negara-negara Eropa. Dimana
keuntungan nilai surplusvalue seluruhnya dinikmati oleh kaum kapital. Demikian juga kaum tani, sekalipun
mereka sudah mampu meningkatkan produksi, tapi kehidupan mereka masih tetap
sangat miskin, bahkan tidak pernah terangkat derajatnya. Mereka masih menjadi
kaum yang terhina di dalam masyarakat. Saya rasa kondisi obyektifnya masih
seperti itu. Jadi kondisi obyektif itulah yang memberikan harapan kepada kita
bahwa tingkat kesadaran bisa meningkat dan kemudian sadar betul akan ini. Tapi
memang kalau kita pilih perjuangan dengan demokrasi, memang ini bukan seperti
membalikkan tangan atau memadamkan lampu. Akan tetapi suatu perjuangan yang
sangat panjang. Jadi jika saya sudah berusia 63 tahun itu belum apa-apa. Masih
banyak teman-teman yang lebih muda yang ikut dalam gerakan ini. Jadi sekali
lagi optimisme kita karena keadaan obyektifnya memang semacam itu dan
realitasnya memang harus ada perubahan. Di situlah mungkin harapan kita. Bukan
kami bermaksud sombong, namun jika mungkin dibanding dengan ideologi-ideologi
lain, biasanya orang sosialis itu mempunyai pandangan yang sangat spesifik. Dan
tampaknya, kalau dulu orang mengatakan kemiskinan itu disebabkan oleh nasib,
sekarang kelompok agamapun sudah sadar bahwa ini kapitalisme. Paling tidak kaum
sosialis sudah tidak terlalu sulit untuk mendeteksi lawan-lawan kita. Namun
yang menjadi masalah adalah kita perlu memformulasikan apa yang kita ucapkan,
slogan kita secara lebih detil, sehingga perjuangan kita bisa mencapai sasaran
yang lebih terfokus.
----------------------------------------------------
https://soedoetpandang.wordpress.com/2013/10/07/empat-tantangan-bagi-gerakan-sosialis-di-masa-depan/
*) Imam Yudotomo alm adalah anggota PMB
angkatan 1961