Reformasi tidak Gagal, tapi Diselewengkan
JAKARTA--MICOM: Tiga belas tahun reformasi ternyata tidak membuat perubahan yang berarti bagi negeri ini, pejabat-pejabat yang diamanatkan untuk menjalankan agenda reformasi dituding tidak mampu dan telah meyimpang dari apa yang dicita-citakan para pengusung gerakan reformasi.
"Saya kecewa dengan pernyataan bahwa reformasi itu gagal, sebenarnya tidak gagal tetapi belum tuntas, situasi yang saat ini terjadi karena adanya pengkhianat-pengkhianat reformasi yang menyelewengkan agenda reformasi," ujar Dedi Uu Arianto, aktivis gerakan 1998 yang juga alumnus kampus trisakti disela-sela orasi politik oleh alumni komunitas mahasiswa 1998 dengan tema 'Menggugat Arah Reformasi' di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Sabtu (21/5).
Pada gerakan mahasiswa 1998, mahasiswa menyuarakan beberapa tuntutan sebagai agenda awal reformasi, di antaranya: Turunkan Harga, Mengadili Soeharto dan Antek-anteknya, Menangkap dan Mengadili Pelaku Pelanggaran HAM, Memberantas Korupsi-Kolusi-Nepotisme, Mencabut Dwifungsi ABRI, dan Pembatasan Masa Jabatan Presiden.
Tuntutan tersebut dilakukan karena para aktivis penggagas reformasi 1998 melihat kondisi negara yang waktu itu berada pada titik nadir krisis total nasional. Mereka menganggap semua itu dapat diperbaiki dengan melakukan reformasi total.
Tetapi, setelah tiga belas tahun reformasi berlangsung, para aktivitis ini melihat situasi nasional Indonesia saat ini maupun peranan Indonesia dalam percaturan-percaturan bangsa di dunia tidaklah menunjukkan ke arah yang lebih baik.
Mereka menyatakan perkembangan republik ini semakin buruk bahkan mengarah pada situasi krisis nasional seperti pada tiga belas tahun yang lalu.
"Rezim telah berganti, pimpinan juga berganti, tetapi perubahan tidak ada. Artinya, ketika perubahan tidak ada, bukan gerakan reformasi yang salah. Tetapi, reformasi telah dibajak kekuatan-kekuatan yang ternyata masih bagian antek-antek Orde Baru,” papar koordinator aksi orasi Joni Sujarman.
Tidak hanya itu, para aktivis 98 melihat partai-partai politik dipandang tidak mewakili rakyat, mereka secara kasar dan terang-terangan hanya menjadi mesin kepentingan kelompok-kelompok tertentu masyarakat khususnya kelompok pelaku ekonomi. Melalui wakil-wakilnya di fraksi DPR, partai politik justru berlomba untuk mencari mesin uang partai yang bertujuan untuk mengisi kas partai guna mendanai agenda lima tahunan dan lagi-lagi rakyat sebagai objeknya.
Oleh karena itu, mereka mengingatkan kepada penyelenggara negara saat ini baik lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif bahwa penyelewengan reformasi telah menyeret bangsa ini ke lembah kekacauan dan mendorong terciptanya situasi pergolakan baru di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. (*OL-11)
Minggu, 22 Mei 2011 01:33 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar