Kamis, 03 November 2011

Prof DR Ir Ariono Abdulkadir

Majalah Energi (ME) : Prof Ariono, terima kasih banyak atas waktunya. ME sangat menghargai kontribusi Bapak untuk ketenagalistrikan Indonesia. Pertama, bisa Bapak ceritakan alasan Bapak mengejar gelar Teknik Fisika dari ITB di Bandung?
Ariono Abdulkadir (AA) : Terimakasih, sebetulnya, terus terang, dulu pada tahun 58 kondisi keuangan negara tidak begitu baik, orang tua saya Pegawai Negeri, punya anak banyak, dan saya ingin masuk ITB. Teknik Fisika merupakan bidang engineering yang mendekati minat saya yang menawarkan beasiswa.
Pada waktu saya mendaftarkan diri ke Teknik Fisika, saya bernegosiasi dengan para dosen tentang mata kuliah apa saja yang akan saya ambil. Saya putuskan untuk mengambil 40% Teknik Fisika seperti teknik kontrol, fisika matematik, dan fisika rekayasa, 30% teknik mesin seperti alat-alat permesinan, mekanika fluida, gambar teknik, pokoknya hardcore mechanical engineering process, dan 30% mata kuliah elektro yang isinya kombinasi antara arus lemah dan arus kuat, apa yang saya ambil waktu itu adalah, arus bolak balik, medan listrik dan magnet, telekomunikasi, radio dan teknik pembangkit tenaga listrik. Elektronika pada waktu itu merupakan masa perubahan dari vacum tube ke transistor. Dari tiga bagian kuliah itu, saya merasa punya pengetahuan cukup untuk mengerti engineering physics.


ME : Bisa Bapak ceritakan pengalaman sekolah di luar negeri, dimana Bapak menerima gelar Doktor di Mechanical Engineering dari University of Kentucky, Amerika Serikat. Bisakah Bapak memberitahu kami tentang hal itu secara singkat?
AA : Saya dikirim ke AS pada tahun 64 dengan beasiswa pemerintah, saya mengambil program mechanical engineering. Tetapi pada tahun 65 terjadi G30S, sehingga pemerintah menghentikan beasiswa saya, jadi saya melamar pekerjaan di universitas. Saya mendapat pekerjaan sebagai asisten Prof. Robert M Drake Jr., waktu itu beliau baru saja pindah dari Princeton, dia merupakan pengarang buku terkenal, Heat and Mass Transfer. Saya di kelas beliau bertugas memeriksa tugas memeriksa pekerjaan rumah mahasiswa, membuat jawaban tugas, kalau beliau tidak masuk saya yang menggantikan mengajar. Setelah itu pekerjaan saya ditambah, karena dari situ saya mendapatkan uang. Saya harus betul-betul bekerja di jurusan Teknik Mesin di sana.
Saya harus menyelesaikan riset tentang Fluid Mechanic and Heat Transfer yang merupakan suatu kontrak dengan National Science Foundation, riset itu cukup lama dilakukan karena menemui berbagi perubahan, tapi akhirnya selesai juga dan hasilnya diterbitkan di beberapa jurnal internasional pada tahun 67, kemudian saya pulang ke Indonesia, lalu kemudian dipanggil lagi ke Amerika Serikat oleh. Prof. Richard C. Birkebak dari University of Kentucky, beliau menawarkan projek penelitian yang bekerjasama dengan NASA yang meneliti tentang batuan dari bulan, penelitian ini menyelidiki sifat-sifat heat transfer dari batuan bulan, penelitian tersebut menjadi disertasi saya.
Setelah menyelesaikan S3 saya tidak diperbolehkan pulang, karena ada permintaan dari pemerintah AS untuk mencari sumber energi alternatif yaitu pencairan batubara. Pada saat itu, perang Arab-Israel pecah, sehingga harga minyak bumi naik. Metoda pencairan ini sulit dilakukan, namun berhasil dilakukan. Kemudian saya dipanggil pulang pada tahun 74. Tetapi apa yang terjadi, perang di Arab selesai sehingga harga minyak normal kembali, jadi teknologi pencairan batubara dinilai terlalu mahal dibandingkan harga minyak.

ME : Bisa Bapak ceritakan pengalaman profesional setelah menyelesaikan studi di Amerika?
AA : Setelah selesai kembali ke ITB untuk mengajar, ternyata NIP PNS saya hilang, tetapi saya tetap mengajar heat transfer di ITB selama 3 tahun. Setelah itu saya dipanggil oleh Pak Muslim Nasution untuk membantu menjadi pimpinan tim kerja BULOG untuk pembangunan gudang beras di seluruh Indonesia, 5 tahun saya jatuh bangun di situ lupa akan Teknik Fisika. Urusan saya hanya dengan orang-orang sipil, arsitektur dan lingkungan. Projek itu selesai on time selama 5 tahun dengan pengawasan spefisikasi yang ketat, selesai pada tahun ‘69 dan sampai sekarang 30 tahun berjalan kondisinya masih bagus, tapi terus terang saya capek mengurusi projek itu.
Kemudian saya diajak oleh adik Pak Harto untuk mengurusi perusahaan konstruksi, dan berhasil memenangkan kontrak untuk membangun PLTA Saguling pada tahun 81 hingga tahun 84. Setelah itu perusahan Jepang meminta saya untuk menjadi penasehat untuk projek serupa untuk PLTA Cirata 1 dan Cirata 2, Bakaru di Sulsel dan PLTA di Sumbar.
Setelah semua projek itu selesai baru saya merasa benar-benar capek menjadi kontraktor, karena sebenarnya saya dari dulu ingin jadi dosen, tetapi ITB sudah nun jauh di sana. Jadi saya pada awal tahun 90an kembali mengajar kembali di Universitas Mercu Buana, saya menjadi dekan di sana hingga sekarang dan mengajar di Universitas Nasional. Anda mesti mengetahui mengembangkan potensi dan kredibilitas di perguruan tinggi swasta tak semudah seperti di perguruan tinggi negeri, tapi pada tahun 2006 saya diangkat menjadi guru besar di Universitas Mercu Buana. Saya menjadi staf ahli PLN sejak tahun 2003, hingga awal tahun 2010. Menjadi staf ahli di BATAN dan menjadi staf di Institut Ekonomi Energi.

ME : Bapak sibuk dengan kegiatan di berbagai tempat. Tampaknya Bapak tidak memiliki kendala waktu? Apa kesibukan Bapak akhir-akhir ini?
AA : Semua dikerjakan bersamaan, saya biasa bekerja sambil mengajar, sambil menulis untuk jurnal. Saya juga bekerja sebagai staf ahli PLN, saya sudah biasa bekerja sampai malam, jadi bukan menjadi masalah bagi saya, tinggal masalah membagi-bagi waktunya saja. Saya sejauh ini sudah menulis paper nasional sebanyak lebih dari 150 dan paper internasional lebih dari 100, dan saya juga sudah menulis beberapa buku.
Di usia 72 ini kesibukan saya saat ini adalah mengajar di Universitas Mercu Buana dan kadang-kadang di ITB dan sedang mencoba mengumpulkan makalah-makalah yang sudah saya tulis dan mencoba untuk menulisnya kembali.

ME : Bagaimana tentang keluarga Bapak? Bisa diceritakan?
AA : Saya bertemu istri saya pada awal tahun 67 di Amerika Serikat, istri saya orang Indonesia tapi dia sudah punya warga negara Amerika, tetapi saya bawa kembali ke Indonesia dan jadi warga Indonesia kembali. Kemudian menikah pada awal tahun 68, saya sudah menikah 42 tahun dan saya mempunyai 3 orang anak dan 5 orang cucu yang sudah besar-besar.

ME : Kira-kira menurut Bapak apa yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan di negara kita, terutama yang berhubungan dengan energi?
AA : Kesejahteraan? Kalau program kesejahteraan kan basisnya pasal 33 UUD, sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat. Tapi definisi kesejahteraan harus dibuat sustainable, sehingga menjadi bisa berkembang oleh dirinya sendiri, tidak boleh disubsidi, karena subsidi akan mengurangi kemampuan pada sektor yang lain. Untuk energi, Indonesia harus pelan-pelan mencoba menggunakan energi terbarukan. Energi laut harus disurvey, mana yang bisa dilakukan, energi angin harus dimanfaatkan, batubara harus dikurangi pelan-pelan karena pengotoran udara.
Potensi geothermal yang ada saat ini 27ribu megaWatt, itu masih kurang, tapi di seluruh dunia orang mencari sumber geothermal lapisan batuan dalam yang lebih dalam dari 3000 meter. Orang Amerika menganggap apabila mereka bisa mengembangkan geotermal lapisan dalam, Amerika akan self sustain dalam hal energi.

ME : Bagaimana tanggapan Bapak tentang implementasi PLTN di Indonesia?
AA : Masalah PLTN itu diakibatkan karena sebagian LSM di Indonesia terlalu mempercayai pendapat luar negeri, yang mengatakan bahwa SDM Indonesia ini belum bisa dipercaya dalam menangani PLTN. Menurut luar negeri, orang Indonesia jika disuruh memegang PLTN tidak akan bisa keselamatannya, tapi menurut saya orang Indonesia sudah cukup mampu menangani nuklir. Menurut saya BATAN itu sanggup untuk menangani masalah teknologi nuklir.
PLTN ini diperlukan untuk pulau Jawa. Pulau Jawa ini pertumbuhan penduduk dan ekonominya sangat tinggi. Tidak dapat terus menerus membakar batubara untuk memenuhi kebutuhan energi, karena batubara energi yang tidak terbarukan, suatu saat akan habis, dan pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat Jawa akan buruk.

ME : Kira-kira apa yang bisa kita lakukan untuk memajukan teknologi energi di negara kita?
AA : Teknologi itu sesuatu yang harus berani dikembangkan, tahun 80an, India dan Cina posisinya sama dengan Indonesia, mereka sekarang sepuluh, duapuluh kali lebih maju dari kita. Itu merupakan hasil kombinasi berbagai kebijakan-kebijakan. Kebijakan finansial yang baik, kebijakan teknologi yang baik, kebijakan alih teknologi yang baik.
Kita tidak boleh menutup mata dari pengalaman-pengalaman orang lain. Kita bisa mencontoh negara-negara lain misalnya Jepang, pada zaman resotrasi meiji, dimana Jepang melakukan perbuahan besar-besaran, berubah dari negara yang tertutup menjadi negara yang mengembankan teknologi. Perkembangan teknologi Korea, dalam bidang nuklir mereka sudah independen. Cina memiliki kebijakan untuk sebagian membeli teknologi, untuk menghindari resiko kegagalan mengembangkan teknologi. Mereka bisa meyakinkan Eropa dan Amerika untuk share teknologi dengan mereka, mengapa kita tidak bisa?

ME : Sekedar tambahan: Kami mendapatkan berita bahwa Bapak pernah melihat UFO, bisa cerita sedikit tentang itu?
AA : Itu betul, waktu itu tahun ‘78, UFO itu sempat saya foto, kebetulan waktu itu saya bawa kameran dan lensa tele. Waktu itu kami naik mobil sepulang dari pabrik di Pasuruan, mau pulang ke Surabaya, di daerah Gempol saya liat langit ke arah barat. Saya liat ada benda yang jatuh dengan ekor yang panjang sekali, jatuhnya pelan. Kemudian saya turun dari mobil, dan mengambil foto. Saya berpikir, kalau benda itu jatuh kena tanah pasti meledak, tapi ternyata benda itu mendadak membelok ke arah timur dalam waktu yang cukup lama. Kemudian fotonya saya afdruk dan kemudian saya laporkan ke LAPAN, kemudian hasilnya dibeli oleh mereka.

ME : Terimakasih untuk kesempatan wawancara ekslusif ini di sela-sela kesibukan Bapak, semoga Bapak Ariono sehat selalu.

Pak Ariono dalam waktu dekat ini akan menerbitkan beberapa buku tentang energi yang berjudul: Pembangkit Listrik Bersih Lingkungan, Perkembangan Energi Terbarukan Internasional, Sistem Listrik Luar Jawa-Bali dengan Energi Terbarukan, Geothermal Outline.(JP)

http://majalahenergi.com/nasional/prof-dr-ir-ariono-abdulkadir-msme

Prof DR Ir Ariono Abdulkadir PMB 1959 , meninggal 3 November 2011

1 komentar:

gommu mengatakan...

Sangat inspiratif. Oia kalo mau gabung PMB gmn caranya ya?

salam kenal
gommu