SEBAGAI aktivis di Perhimpunan Mahasiswa Bandung (PMB) tentu banyak sekali kegiatan yang dilakukannya. Secara sengaja, ia kemudian mulai berkenalan dengan olah raga terjun payung.
Saat itu di Bandung ada sebuah klub terjun payung sipil, Aves, yang didirikan beberapa orang sipil antara lain Trisnoyuwono (alm), Arifin Panigoro, Ahmad Buchari Saleh, Syarif Barmawi, Hertriyono. Sebagian besar dari mereka adalah senior Johny dari PMB yang juga anggota Resimen Mahasiswa (Menwa) dari Batalion II ITB.
Mereka sedang mencari bibit-bibit peterjun muda untuk dididik dan bergabung menjadi anggota Aves. Mereka tidak membuka pendaftaran secara umum, namun membidik para aktivis dari beberapa organisasi kemahasiswaan dan salah satunya dari PMB. Pada 1972, berawal dari ketertarikannya di masa kecil, Johny kemudian bergabung dengan Aves sebagai angkatan keempat di klub peterjun sipil itu.
“Saya diperkenalkan terjun payung oleh Ahmad Buchari dan Dikdik Hasan yang menjadi mentor pertama saya mencoba olah raga terjun payung. Saya mau karena memiliki rasa penasaran dan dari sanalah saya mulai bergelut dengan olah raga ini,” kata Johny.
Selain para senior yang membantunya, Johny juga mendapatkan pelatihan dari Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) TNI AU (Paskhas TNI AU sekarang) dengan mentor Yusman dan Ruru. Dengan keteguhan hatinya, Johny mengikuti semua pelatihan dengan cermat dan tekun sehingga tidak lama ia sudah bisa menguasai olah raga tersebut.
Namun, tidak ada satu pun dari anggota keluarganya yang mengetahui tentang kegiatannya itu. Hampir setiap subuh, Johny selalu pergi dari rumah, sehingga adik-adiknya menyangka rajin ke masjid untuk mengikuti kuliah subuh. Padahal, pria yang akrab disapa Bang Ade itu pergi untuk berlatih di Margahayu Bandung secara diam-diam.
“Saya sengaja tidak memberitahukan hal itu karena saat itu olah raga terjun payung masih sangat awam untuk dipahami. Apalagi risikonya cukup tinggi sehingga jika saya meminta izin, kemungkinan besar tidak akan diluluskan apalagi oleh ibu saya. Saya baru memberi tahu mereka dari hasil foto koran saat saya selesai terjun dan mereka terkejut,” kata Johny.
Ia memulai latihan dengan melakukan ground training di Bandara Sulaeman Margahayu Bandung. Setelah beberapa lama, pada usianya yang ke-21, Johny memulai penerjunan pertamanya di Margahayu. Saat itu ia terjun dari pesawat Gelatik sumbangan dari negara Spanyol kepada Lipnur (PT DI sekarang).
“Pada awal terjun, modal saya hanya nekat. Sepertinya tidak ada rasa takut, karena saya belum tahu bagaimana rasa terjun dari angkasa itu. Justru yang ada hanya keingintahuan dan kepenasaran yang ditunjang darah berpetualang saya untuk mencoba sesuatu yang baru. Ternyata saya berhasil dan ada kepuasan tersendiri seusai melakukannya,” tutur Johny.
Justru, rasa takut mulai muncul setelah ia beberapa kali melakukan penerjunan. Untuk itu, ia selalu berusaha me-manage rasa takutnya itu. Ia bisa mengatasinya dengan keyakinan serta doa kepada Tuhan.***
** Meninggal dunia tgl 28 Januari 2009 **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar